1.
Pengertian Awan
Sebelum mempelajari hujan, kita terlebih dahulu mengenal
awan, karena awan perupakan awal terjadinya proses hujan. Jika tidak ada awan
maka hujan tidak terjadi. Awan adalah kumpulan tetesan air atau
kristal es di dalam atmosfer yang terjadi karena adanya pemadatan/pengembunan
uap air yang terdapat di dalam udara setelah melampaui keadaan titik jenuh.
Awan merupakan cikal bakal terjadinya hujan, namun hal tersebut juga bergantung
dari musim.
2.
Proses Pembentukan Awan
Secara singkat proses
kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut :
Gambar
4 Proses Terbentuknya Awan
Sumber : http://www.cuacajateng.com
1) Udara yang bergerak ke atas akan mengalami
pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah,
tetapi sebelum RH mencapai 100 yaitu sekitar 78 ondensasi telah dimulai pada
inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya
penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui
pendinginan.
2) Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes
awan pada saat RH mendekati 100 Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti
yang lebih besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume
tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.
3) Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai
jari-jari 5 - 20 mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan
kecepatan 0,01 - 5 cm/s
sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan
tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang dari 90
aka tetes
tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi
tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm
(1000 mikrometer), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat
mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).
4) Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan
adalah pada ukurannya. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinyu, maka puncak awan
akan melewati isoterm 0ᴼC. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih
berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika
terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes
awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40ᴼC bahkan lebih rendah lagi.
Awan
yang dijadikan sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis awan Cumulus
(Cu) yang aktif, dicirikan dangan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan
Cumulus terjadi karena proses konveksi. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi
dalam 3 jenis, yaitu: Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus yang baru tumbuh ;
Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin
terdiri beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu.
3.
Awan Dingin dan Awan
Hangat
Berdasarkan suhu lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut
berkembang, awan dibedakan atas awan dingin (cold cloud) dan awan hangat (warm
cloud). Terminologi awan dingin diberikan untuk awan yang semua bagiannya
berada pada lingkungan atmosfer dengan suhu di bawah titik beku (< 0ᴼC),
sedangkan awan hangat adalah awan yang semua bagiannya berada diatas titik beku
( > 0ᴼC).
Awan dingin kebanyakan
adalah awan yang berada pada daerah lintang menengah dan tinggi, dimana suhu
udara dekat permukaan tanah saja bisa mencapai nilai <0ᴼC. Di daerah tropis
seperti halnya di Indonesia, suhu udara dekat permukaan tanah sekitar 20-300ᴼC,
dasar awan mempunyai suhu sekitar 180C. Namun demikian puncak awan dapat
menembus jauh ke atas melampaui titik beku, sehingga sebagian awan merupakan
awan hangat, sebagian lagi diatasnya merupakan awan dingin. Awan semacam ini
disebut awan campuran (mixed cloud).
1)
Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Dingin
Pada awan dingin hujan dimulai dari adanya
kristal-kristal es. yang berkembang membesar melalui dua cara yaitu deposit uap
air atau air super dingin (supercooled water) langsung pada kristal es atau
melalui penggabungan menjadi butiran es. Keberadaan kristal es sangat penting
dalam pembentukan hujan pada awan dingin, sehingga pembentukan hujan dari awan
dingin sering juga disebut proses kristal es.
Sewaktu udara naik lebih
tinggi ke atmosfer, terbentuklah titik-titik air, dan terbentuklah awan. Ketika
sampai pada ketinggian tertentu yang sumbunya berada di bawah titik beku, awan
itu membeku menjadi kristal es kecil-kecil. Udara sekelilingnya yang tidak
begitu dingin membeku pada kristal tadi. Dengan demikian kristal bertambah
besar dan menjadi butir-butir salju. Bila menjadi terlalu berat, salju itu
turun. Bila melalui udara lebih hangat, salju itu mencair menjadi hujan. Pada
musim dingin salju jatuh tanpa mencair.
2)
Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Hangat
Ketika uap air terangkat
naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi ataupun oleh proses orografis
(karena adanya halangan gunung atau bukit), maka pada level tertentu partikel
aerosol (berukuran 0,01 - 0,1 mikron) yang banyak beterbangan di udara akan berfungsi
sebagai inti kondensasi (condensation nucleus) yang menyebabkan uap air
tersebut mengalami pengembunan.Sumber utama inti kondensasi adalah garam yang
berasal dari golakan air laut. Karena bersifat higroskofik maka sejak
berlangsungnya kondensasi, partikel berubah menjadi tetes cair (droplets) dan
kumpulan dari banyak droplets membentuk awan. Partikel air yang mengelilingi
kristal garam dan partikel debu menebal, sehingga titik-titik tersebut menjadi
lebih berat dari udara, mulai jatuh dari awan sebagai hujan.
Jika diantara partikel
terdapat partikel besar (Giant Nuclei : GN : 0,1 - 5 mikron) maka ketika
kebanyakan partikel dalam awan baru mencapai sekitar 30 mikron, ia sudah
mencapai ukuran sekitar 40 - 50 mikron. Dalam gerak turun ia akan lebih cepat
dari yang lainnya sehingga bertindak sebagai kolektor karena sepanjang
lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil, bergabung dan
jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan penggabungan).
Proses ini berlangsung
berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan. Bila dalam awan terdapat
cukup banyak GN maka proses berlangsung secara autokonversi atau reaksi
berangkai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh awan, dan dimulailah proses
hujan dalam awan tersebut, secara fisik terlihat dasar awan menjadi lebih
gelap. Hujan turun dari awan bila melalui proses tumbukan dan penggabungan,
droplets dapat berkembang menjadi tetes hujan berukuran 1.000 mikron atau lebih
besar. Pada keadaan tertentu partikel-partikel dengan spektrum GN tidak
tersedia, sehingga proses hujan tidak dapat berlangsung atau dimulai, karena
proses tumbukan dan penggabungan tidak terjadi.
4.
Pengertian Hujan
Hujan adalah sebuah peristiwa turunnya
butir-butir air yang berasal dari langit ke permukaan bumi. Hujan juga
merupakan siklus air di planet bumi. Hujan bias juga di artikan sebagai sebuah
peristiwa Presipitasi (jatuhnya cairan yang berasal dari atmosfer yang berwujud
cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan. Hujan membutuhkan
keberadaan lapisan atmosfer tebal supaya dapat menemui suhu di atas titik leleh
es di dekat dan di atas permukaan bumi.
Di bumi, hujan
adalah proses kondensasi (perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat) uap
air di atmosfer menjadi butiran-butiran air yang cukup berat untuk jatuh dan
biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi secara bersamaan
dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara
ataupun penambahan uap-uap air ke udara. Butiran hujan mempunyai ukuran yang
berbeda-beda mulai dari yang mirip penekuk (butiran besar), hingga butiran yang
kecil.
5.
Jenis-jenis
Hujan
1)
Berdasarkan
proses terjadinya
a.
Hujan
Orografis
Hujan orografis
adalah hujan yang terjadi karena gerakan udara yang mengandung uap air terhalang
oleh pegunungan sehingga massa udara itu dipaksa naik ke
lereng pegunungan. Akibatnya suhu udara tersebut menjadi dingin. Sampai
ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan terbentuklan awan.
Selanjutnya terjadilah hujan yang disebut hujan orografis.
b.
Hujan
Konveksi (Zenithal)
Hujan konveksi
terjadi karena udara yang mengandung uap air bergerak naik secara vertikal (konveksi)
karena pemanasan. Udara yang naik itu mengalami penurunan suhu, sehingga pada
ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan pembentukan awan. Setelah
awan tersebut tidak mampu lagi menahan kumpulan titik-titik airnya, maka
terjadilah hujan konveksi (zenithal). Hujan konveksi banyak terjadi di daerah
tropis yang mempunyai intensitas penyinaran matahari yang selalu tinggi.
c.
Hujan
Frontal
Hujan frontal
adalah hujan yang terjadi karena adanya pertemuan antara massa udara panas
dengan massa udara dingin. Pada pertemuan udara panas dan dingin terjadilah
bidang front dimana terjadi kondensasi dan pembentukan awan. Udara yang panas
selalu berada di atas udara yang dingin. Hujan frontal
biasanya terjadi di daerah lintang sedang atau pertengahan.
d.
Hujan
Siklon Tropis
Siklon tropis
hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara
dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan
dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas,
karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air.
Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada
daerah yang dilaluinya.
e.
Hujan
Buatan
Sering
kali kebutuhan air tidak dapat dipenuhi dari hujan
alami. Maka orang menciptakan suatu teknik untuk menambah curah hujan dengan
memberikan perlakuan pada awan. Perlakuan ini dinamakan hujan buatan
(rain-making), atau sering pula dinamakan penyemaian awan (cloud-seeding).
Hujan
buatan adalah usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun secara
alami dengan mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan. Proses fisika
yang dapat diubah meliputi proses tumbukan dan penggabungan (collision dan
coalescense), proses pembentukan es (ice nucleation). Jadi jelas bahwa hujan
buatan sebenarnya tidak menciptakan sesuatu dari yang tidak ada. Untuk menerapkan
usaha hujan buatan diperlukan tersedianya awan yang mempunyai kandungan air
yang cukup, sehingga dapat terjadi hujan yang sampai ke tanah. Bahan yang
dipakai dalam hujan buatan dinamakan bahan semai.
2)
Berdasarkan
ukuran butirnya
a.
Hujan
gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
b.
Hujan
salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0° Celsius
c.
Hujan
batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya
dibawah 0° Celsius
d.
Hujan
deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0° Celsius
dengan diameter ±7 mm.
3)
Berdasarkan
besarnya curah hujan
a.
Hujan
sedang, 20 – 50 mm per hari
b.
Hujan
lebat, 50-100 mm per hari
c.
Hujan
sangat lebat, di atas 100 mm per hari
4)
Hujan
berdasarkan terjadinya
a.
Hujan
siklonal
Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena
udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.
b.
Hujan
Zenithal
Hujan Zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi
di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin
Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan untuk
kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran butirannya,
atau curah hujannya. Awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh
dan turunlah hujan.
c.
Hujan
Orografis
Hujan Orografis, yaitu hujan yang terjadi karena
angin yang mengandung uap air yang bergerak horizontal. Angin tersebut naik
menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi.
Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
d.
Hujan
Frontal
Hujan Frontal, yaitu hujan yang terjadi
apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat
pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa
udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering
terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
e.
Hujan
Muson
Hujan Muson atau hujan musiman, yaitu hujan
yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson
adalah karena adanya pergerakan semu tahunan matahari antara Garis Balik Utara
dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai
April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus
muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau.
f.
Hujan
Asam
Hujan Asam, juga bisa diartikan sebagai segala
macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH
sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air
hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat
bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan binatang.
g.
Hujan
Meteor
Hujan Meteor, Perseid bisa di lihat saat
matahari terbenam dan Venus, Saturnus, Mars serta bulan sabit muncul dari barat
secara bersamaan. Saat itulah hujan meteor terjadi. Nama Perseid berasal dari
nama Rasi bintang Perseus karena hujan meteor ini seolah-olah berasal dari arah
rasi bintang itu. Kecepatan meteor tersebut kira-kira 60 kilometer per jam, dan
memiliki kilatan meteor yang terang dengan cahaya yang panjangHujan meteor
terkadang menawarkan keindahan lain. Tak cuma siraman bintang jauh yang akan
menghiasi langit malam, fireball juga bisa muncul sewaktu-waktu. Fireball itu
sendiri adalah sebuah cahaya yang besar dan terang yang jatuh diantara hujan
Meteor.
Adakalanya di
daerah tropis terjadi hujan es. Proses terjadinya dimana suatu daerah mendapat
pemanasan sinar matahari yang sangat tinggi, sehingga udara yang mengandung uap
air naik secara konveksi, dan terjadilah proses kondensasi dan pembentukan
awan. Setelah kondensasi udara masih tetap naik, sehingga titik-titik air yang
dikandung oleh udara tersebut sangat dingin sampai di bawah titik beku (0
derajat Celcius). Akibatnya titik-titik air tersebut menjadi beku dan pada saat
terjadi hujan disertai dengan kristal es.
6.
Proses terjadinya hujan
Berikut ini adalah proses terjadinya hujan, diantaranya
adalah :
1)
Panas matahari (Air Menguap)
Matahari adalah sebagian dari isi
alam. Matahari yang selalu menyinari bumi dengan teriknya yang menimbulkan efek
panas, sehingga panasnya matahari bisa air danau, sungai dan laut menguap ke
udara. Selain dari air danau sungai dan laut air yang menguap ke udara juga
bisa disebabkan juga dari tubuh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan benda-benda lain
yang mengandung air.
Gambar 5 Siklus
Hidrologi
Sumber: blog.umy.ac.id
2)
Suhu udara yang tinggi (Uap air menjadi padat –
terbentuk awan)
Suhu udara di indonesia termasuk ke
golongan suhu udara yang tinggi akibatnya panas matahari akan membuat uap air
tersebut mengalami kondensasi (pemadatan) dan menjadi sebuah embun. Embun
terbentuk dari titik-titik ir kecil sehingga suhu udara semakin tinggi membuat
titik-titik dari embun semakin banyak berkumpul memadat dan akan membentuk
menjadi awan. Menurut kajian Neilburger tahun 1995, pada
tahapan ini, tetes-tetes air memiliki ukuran jari-jari sekitar 5-20 mm. Dalam
ukuran ini tetesan air akan jatuh dengan kecepatan 0,01-5 cm/detik sedangkan
kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih tinggi sehingga tetes air tersebut
tidak akan jatuh ke bumi.
3)
Dengan bantuan angin (Awan kecil menjadi awan
besar)
Adanya angin dari
udara yang menyebabkan tiupan yang akan membantu awan-awan bergerak ke tempat
yang lain. Pergerakan angin memberikan pengaruh besar terhadap awan
sehingga membuat awan kecil menyatu dan kemudian membentuk awan yang lebih
besar lagi lalu bergerak ke langit atau ke tempat yang memiliki suhu lebih
rendah. Dan semakin banyak butiran awan yang terkumpul awan akan berubah warna
menjadi semakin kelabu.
4)
Terbentuk lah hujan
Dan setelah awan
semakin kelabu akibatnya titik-titik air semakin berat dan tidak terbendung
lagi akan membuat butiran-butiran air tadi jatuh ke bumi sehingga terjadilah
hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar